Sesi ini dimoderatori oleh dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes, Ph.D, dibagi menjadi beberapa bagian, yang pertama adalah upaya Kemenkes untuk penerapan standardisasi sistem informasi kesehatan yang disampaikan oleh Kepala Pusdasure, dr. Jane Soepardi, MPH, Dsc. Pada presentasinya, dr. Jane mengingatkan bahwa sebelum melangkah ke standard, kita perlu kembali ke tujuan awal dari sistem informasi manajemen kesehatan terlebih dahulu. Setelah itu baru masuk ke indikator yang diperlukan dan beralih ke standard. Di berbagai peraturan perundangan, telah banyak disebut mengenai standard untuk berbagai kelas indikator mulai dari tenaga kesehatan, obat, fasilitas pelayanan kesehatan dan lain sebagainya. Di sini peran Kemenkes adalah membuat pedoman untuk SIK, menentukan daerah prioritas untuk pengembangan SIKDA, biasanya penentuannya berdasarkan masalah kesehatannya dan infrastruktur yang tersedia. Tim pembuat keputusan (decision making team)-nya juga terstruktur dan terdiri dari berbagai pihak.

Ir. Zaenal A. Hasibuan, MLS, PhD menegaskan presentasi dr. Jane dengan pemaparan kerangka strategis e-Health sebagai salah satu perwujudan pengembangan sistem informasi kesehatan di Indonesia. Ir. Zaenal menyampaikan bahwa saat ini Indonesia memiliki potensi pengembangan TIK (teknologi informasi dan komunikasi) yang cukup besar namun belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam pengoptimalan tersebut, terdapat beberapa hal yang penting diperhatikan seperti menjamin ketersinambungan, sinergi berbagai inisiatif, dan integrasi. Meskipun demikian, Ir. Zaenal juga menyatakan bahwa pada kenyataan di lapangan, seringkali implementasi dan pengembangan SI tidak sesuai dengan idealisme yang dipelajari ataupun diperoleh dari teori, banyak penyesuaian yang perlu dilakukan.

Dari kedua presentasi sebelumnya yang berasal dari level yang lebih sentral, maka Haryanto, SKM, M.Kes menutup sesi tersebut dengan pengalaman integrasi sistem informasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman yang berasal dari beberapa vendor. Haryanto menekankan pentingnya komitmen pembuat kebijakan dan langkah demi langkah untuk keberhasilan integrasi tersebut. Proses yang dilalui oleh Dinkes Kab Sleman juga bukan merupakan proses yang instan dan mudah.

Unduh presentasi dr. Jane Soepardi, MPH, Dsc di sini : Upaya Kemenkes dalam Menerapkan Sistem Informasi Kesehatan

Unduh presentasi Ir. Zaenal A. Hasibuan, MLS, PhD di sini : Kerangka strategis e-health Indonesia: optimalisasi layanan kesehatan prima

Unduh presentasi Haryanto, SKM, M.Kes di sini : Pengalaman Integrasi Data Kesehatan di Dinkes Kab Sleman

Workshop HealthMapper membuka FIKI 2010 pada tanggal 21 Oktober 2010. Para peserta hadir dari berbagai instansi mulai dari dinas kesehatan kabupaten maupun provinsi, rumah sakit maupun institusi akademik dan berbagai institusi penyedia pelayanan kesehatan lainnya. Tiga puluh dua peserta datang dari lebih dari 16 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia dengan kemampuan dan pengalaman di bidang SIG (sistem informasi geografis) dan penggunaan software pemetaan yang beraneka ragam.

Pelatihan yang berjalan dua hari ini mengundang Ari Handoko dari WHO dan Moch. Sofyan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul sebagai narasumber, trainer sekaligus fasilitator bersama dengan fasilitator internal SIMKES FK UGM, Aprisa Chrysantina. Pada pelatihan tersebut, para peserta menggunakan data dummy profil kesehatan suatu kabupaten kemudian memproses data tersebut dari tabel berupa file Excel menjadi sebuah peta tematik untuk analisis sederhana. Workshop ini berjalan secara serius tapi santai.

Peserta dibagikan materi berupa CD yang berisi file lengkap petunjuk penggunaan HealthMapper, berbagai data, catatan dan peta. Workshop ditutup bersama dengan OpenMRS Short Course yang dilaksanakan secara paralel oleh Anis Fuad selaku ketua panitia Forum Informatika Kesehatan Indonesia 2010. Pada penutupan tersebut, Anis sempat menyampaikan ajakan untuk meneruskan kegiatan yang berguna ini dan membentuk jaringan komunitas baik OpenMRS maupun HealthMapper.

SIMKES beruntung dapat mengundang Menteri Kesehatan RI Kabinet Indonesia Bersatu II dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH untuk menjadi keynote speaker hari kedua dalam Konferensi Informatika Kesehatan Indonesia 2010. Dalam kesempatan tersebut Menkes berbicara mengenai peran Kemenkes dalam standardisasi data dan informasi kesehatan di Indonesia.
Menkes menyatakan bahwa upaya pembangunan kesehatan membutuhkan banyak sumber daya untuk pengambilan keputusan. Saat ini yang terjadi adalah keterbatasan data dan informasi yang akurat dan tersedia dengan cepat. Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang ada belum ideal dan belum dapat menjadi alat yang efektif untuk pengambilan keputusan.

Masalah klasik yang terjadi saat ini adalah pengelolaan data dan informasi belum terkoordinasi dengan baik; terdapat banyaknya overlap kegiatan dan pengelolaan data, di mana masing-masing unit mengumpulkan data sendiri, dengan instrumen yang berbeda di berbagai tingkat. Selain itu pengumpulan data belum dilakukan secara efisien juga dan kadang data yang dikumpulkan redundant, bahkan tidak diperlukan, dan belum di-share. Ini diakibatkan oleh SIK yang terfragmentasi. SIK yang saat ini dibangun hanya untuk satu unit dan untuk satu fungsi yang ada di bagian tersebut, namun belum daapt digunakan untuk dimanfaatkan unit lain untuk fungsi yang lain.

Karena adanya kenyataan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diperlukan penguatan kebijakan. Dengan berbagai pengaturan yang diharapkan dapat menjamin terselenggaranya SIKdengan baik. Penyelenggaraan SIK diatur oleh PP. Sekarang Pusdasure dan unit-unit pengelola lain sedang menyiapkan bahan rancangan PP tentang SIK dan juga aturan-aturan lain di bawahnya. Selalu ada peluang untuk memperbaiki, bukan berarti yang lalu lebih jelek.

Strategi penguatan e-Health baik untuk perorangan, kesehatan masyarakat dan administrasi kesehatan. Strategi selanjutnya adalah integrasi. Isyu di sekitar integrasi meliputi pengembangan, otoritas dan keterhubungan. Standarisasi menjadi hal yang krusial, mencakup kodifikasi, format dan struktur database. Standardisasi merupakan bagian yang penting dalam integrasi. Untuk standardsasi ini, Pusdasure menyiapkan health data dictionary yang nantinya harus digunakan semua orang sehingga semua data dapat berkomunikasi.

Strategi berikutnya adalah tenaga SIK. Sejak era desentralisasi sering dijumpai perpindahan staf yang cepat, sehingga SIK tidak dapat terselenggara dengan lancar. Meskipun tidak identik dengan komputerisasi, namun masa kini komputerisasi berkontribusi besar dalam pengembangan SIK di Indonesia karena mudah dilakukan. Isyu penting di antaranya pengambilan keputusan yang tidak dilandasi kenyataan, kurang tepat waktu, banyak informasi tidak akurat, duplikasi data, terlalu banyak, tidak fleksibel pemanfaatannya. Bervariasinya platform dan database juga merupakan isyu lain yang perlu diperhatikan untuk dijembatani.

E-government merupakan salah satu cara pemerintah untuk memenuhi tuntutan untuk melaksanakan good governance salah satunya dilakukan dengan modernisasi administrasi negara dengan aplikasi media dan informatika. Salah satu contoh adalah e-procurement. Tahun ini anggaran telah berhasil dihemat sampai dengan hampir 200 milyar karenanya. Sedangkan di Kemenkes, electronic registration diaplikasikan pada registrasi haji misalnya. Pendaftaran calon pegawai juga sudah mulai dikembangkan ke arah tersebut meskipun belum sempurna.

Cita-cita lain di Kemenkes, telemedicine untuk konsultasi diagnostik. Di Papua sedang dikembangkan e-learning juga untuk berhubungan jika ada permasalahan kesehatan. E-registry seperti obat dan sebagainya merupakan persoalan klasik. Yang untuk perorangan arahnya dilakukan untuk mempercepat pelayanan dan meningkatkan kualitas, keterjangkauan pelayanan. Sedangkan manfaat untuk kesehetan masyarakat adalah mengantisipasi kemungkinan kejadian luar biasa, misalnya dengan EWORS.

Konteks sistem informasi yang ideal adalah perangkat sistem yang memadai dan mencakup seluruh titik sumber data. Saat ini juga masih banyak terdapat kesenjangan digital. Upaya yang harus dilakukan tidak sedikit. Upaya ini juga perlu melibatkan semua komponen, dan ini sesuai dengan salah satu moto Kemenkes yaitu inklusif. Untuk mempercepat integrasi tersebut, harus ada national health data repository yang mampu menampung seluruh sumber data dan aplikasi yang dapat menjembatani sistem informasi yang ada.

Untuk mengembangkan sistem pendukung pengambilan keputusan yang terpadu dari pusat ke daerah tidak mudah. Pengembangan aplikasi sistem ini dimulai dari yang kecil sehingga dapat diimplementasikan di seluruh titik sumber data daerah sehingga dapat lebih cepat diperoleh hasilnya. Secara bersamaan harus dimulai aplikasi konsolidasi. Tidak lagi input data manual. Ini harus mulai dilakukan. Semuanya di Indonesia tidak mudah.

Menkes sempat menceritakan pengalaman mengikuti pertemuan para menteri kesehatan dari negara-negara maju di Paris. Dalam acara tersebut banyak menteri menyatakan kekurangan dana untuk kesehatan, padahal proporsinya sudah sangat besar dalam GDP. Topik pada pertemuan tersebut adalah : “Healthcare system when money is tight”. Tuntutan masyarakat juga semakin bertambah dengan kemajuan teknologi. Ini tidak dapat dihindari.

Menkes mengharapkan berbagai pengembangan SIK baik pusat daerah maupun swasta dapat bersinergi dengan standar yang disepakati bersama. Selain itu Menkes juga berharap konferensi dapat berlangsung dengan baik dapat diikuti kegiatan, bukan hanya semangat dan komitmen.

Unduh presentasi Menteri Kesehatan di sini : Peran Kementerian Kesehatan didalam standardisasi data dan informasi

Prof. Dennis Streveler, Ph.D adalah seorang profesor di bidang informatika kesehatan di Universitas Hawaii dengan berbagai pengalaman pengembangan sistem informasi kesehatan di berbagai negara. Pada hari pertama konferensi FIKI 2010, Dennis membagikan pengalaman implementasi sistem informasi kesehatan (HMIS) dari 78 negara dan best practice-nya.

HMIS dapat dibagi menjadi klinis, administratif, dan keduanya harus dijaga dengan manajemen kualitas. Pengembangan HMIS di suatu tempat atau institusi akan tergantung dari pengembangnya sehingga terdapat berbagai keragaman dalam pengembangan HMIS, sehingga diperlukan standar. Pengembangan HMIS juga selalu membutuhkan harmonisasi karena melibatkan banyak pihak. Standardisasi juga tidak dapat dilakukan secara individual.

Dengan adanya internet, maka semua menjadi terhubung. Internet mempermudah hubungan antar orang dan antar tempat. Sedangkan HMIS tidak berhubungan dengan komputer secara langsung. Namun pada prakteknya, paradigma pemerintah mengenai pengembangan HMIS adalah komputerisasi. Padahal, pada kenyataannya komputer meningkatkan biaya (cost). HMIS is about how to run a healthcare, sehingga master plan (rencana strategis) sangat diperlukan. Dengan adanya master plan semua orang sepakat mengenai apa yang akan dilakukan, mengapa dan bagaimana melakukannya.

Pengembangan HMIS juga membutuhkan waktu, tidak dapat dilakukan bersamaan dan langsung selesai sekali waktu. Meskipun demikian, kesemuanya harus berada pada tempat yang benar pada suatu saat, sehingga menurut Dennis, HMIS development is just like puzzle.

Sebenarnya di luar komputer, yang lebih sulit adalah manajemen soft components. Justru hardware dapat diterakhirkan (tidak perlu diprioritaskan), karena paling mudah dilakukan namun teknologinya justru lebih mudah obsolete. HMIS is not cheap, the cost is like iceberg phenomenon. Biasanya pengeluaran untuk HMIS yang akan memakan banyak biaya adalah supply, operational cost, maintenance, dan training. Ini justru yang seringkali tidak diperhitungkan.

Dalam HMIS, ini dimulai dari standar. Saat ini sudah tersedia berbagai kode yang dapat digunakan untuk standard meskipun belum semuanya terdefinisi. Mengenai pemilihan kode, tidak perlu dipikirkan kode yang mana dan mengapa, just choose one, anything is better than none, and everybody should use that!

Menurut Dennis lagi, eHealth is important but it’s not an answer. Keberhasilan implementasi mungkin tinggi, tapi bukan merupakan jawaban, dalam lingkup HMIS, eHealth hanya gimmick sehingga semua orang suka melakukannya.

Kadang hal kecil yang dibuat dapat memberikan efek yang sangat besar. Misalnya sistem appointment (perjanjian) di Gaza dan sistem tracking untuk diabetes di seluruh negara di Tonga. Jumlah indikator kesehatan tidak penting yang perlu diperhatikan justru bagaimana menampilkannya. Process redesign merupakan hal yang penting, karena mungkin selama ini kita tidak melihat adanya opportunity itu dan baru menyadarinya ketika pengembangan sudah memasuki tahap akhir.

Unduh presentasi Dennis Streveler di sini : Lesson Learnt HMIS Implementation Worldwide

Acara utama pada Forum Informatika Kesehatan Indonesia adalah konferensi yang diadakan selama dua hari, yaitu dari 25-26 Oktober 2010, di Hotel Santika, Yogyakarta. Secara keseluruhan acara tersebut terdiri dari beberapa sesi keynote speech, 4 sesi paralel termasuk presentasi untuk Call for Paper dan beberapa sesi pleno. Secara tersusun, jadwal kegiatan adalah sebagai berikut (klik tautan untuk informasi lebih jauh, foto dan atau materi) :

Hari Pertama, 25 Oktober 2010

  1. Pembukaan terdiri dari laporan dari ketua panitia FIKI 2010 (Anis Fuad, DEA) dan sambutan dekan Fakultas Kedokteran UGM (Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D)
  2. Keynote Speech : HMIS – Lesson Learned from 78 Countries – Prof. Dennis Streveler, Ph.D (University of Hawaii)
  3. Sesi Pleno 1 : Standardisasi dan interoperabilitas sistem asuransi dan pembiayaan kesehatan
  4. Sesi Pleno 2 : Implementasi Standardisasi Sistem Informasi di Dinas Kesehatan: Integrasi data-data kesehatan
  5. Sesi Paralel 1 : Health Information System
  6. Sesi Paralel 2 : Standar Sistem Informasi Kesehatan

Hari Kedua, 26 Oktober 2010

  1. Sesi Paralel 3 : Presentasi Peserta Call for Paper – Track Sistem Informasi Kesehatan Masyarakat
  2. Sesi Pembicara Paralel 3
  3. Sesi Paralel 4 : Presentasi peserta Call for Paper – Track Sistem Informasi Kesehatan Klinis
  4. Sesi Pembicara Paralel 4
  5. Keynote Speech : Peran Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam Standardisasi Data dan Informasi – dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH (Menteri Kesehatan Republik Indonesia)
  6. Sesi Pleno 3 : Kompetensi Tenaga Informatika Kesehatan di Indonesia
  7. Sesi 4 : Subsistem Informasi di Rumah Sakit