AeHIN 2018: Presentasi Implementasi DHIS2 dan Master Facility List
Dalam kesempatan pertemuan AeHIN 2018 lalu, tim Indonesia yang diwakili oleh Pudatin (Farida Sibuea, Yudianto Singgih) dan UGM (Guardian, Ni’mah Hanifah, Annisa Ristya dan Anis Fuad) atas dukungan WHO Indonesia dan AeHIN mempresentasikan upaya integrasi data kesehatan di Indonesia dalam program Satu Data Kesehatan. Program Satu Data Keseatan merupakan upaya Kementrian Kesehatan dalam menggabungkan berbagai sumber data kesehatan yang tersedia secara elektronik untuk tujuan analisis, visualisasi dan penggunaan informasi kesehatan untuk pengambilan keputusan di semua level administrasi, baik nasional, provinsi dan Kabupaten/Kota. Tim Indonesia memaparkan 3 hal penting yang didapat dari pembelajaran adopsi system open source (DHIS2) untuk memfasilitasi Program Satu Data Kesehatan. Antara lain integrasi data, master fasilitas kesehatan dan DHIS2 fundamental training Indonesia.
Pertama, system informasi elektronik yang telah digunakan di Indonesia mengeluarkan output data agregat yang diintegrasikan ke dalam DHIS2. Beberapa diantara system yang telah diintegrasikan antara lain SITT (Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu), SIHA (Sistem Informasi HIV/AIDS), KOMDAT (Komunikasi Data), Sistem PIS-PK (Pendataan Keluarga Sehat), SDMK dan saat ini sedang dalam proses untuk data ASPAK. Selain itu, laporan data agregat dalam bentuk Spreadsheet juga diimport dalam DHIS2 seperti eSismal dan beberapa sumber data Spreadsheet yang tersedia di Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Salah satu kesepakatan dari mekanisme integrasi data adalah data agregat yang berasal dari fasilitas kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit) sebagai penghubung (linkage) dari berbagai sumber yang tersedia. Untuk itu, daftar fasilitas kesehatan yang konsisten dengan unik ID diperlukan dalam proses integrasi data.
Kedua, master data fasilitas kesehatan dikembangkan untuk memfasilitasi ketersediaan kodifikasi fasilitas kesehatan yang konsisten, dan juga atribut data yang melekat pada fasilitas kesehatan untuk pemantauan indicator tertentu. Master Facility List (MFL) dikembangkan diatas platform DHIS2. Pengembangan ini dibantu oleh HISP Vietnam, Bangladesh dan Sri Lanka dengan contoh kasus di Indonesia. Indonesia sendiri telah melakukan analisis master data fasilitas kesehatan yang mengkombinasikan berbagai sumber daftar fasilitas keseatan dari Pusdatin, Yankes, SITT, SIHA, Yanfar dan BPSDM. Hasil matching dan mapping yang dilakukan menunjukkan diperlukannya tatakelola pemeliharaan master data fasilitas kesehatan di Indonesia. Selain itu, berbagai atribut yang melekat pada daftar fasilitas kesehatan diperlukan, seperti 1). Signature domain (nama, alamat, kode unik, tipe, titik koordinat dan polygon wilayah kerja), 2). Service Domain, layanan apa saja yang tersedia di fasilitas kesehatan, 3). Resource Domain, sumber daya manusia dan peralatan apa saja yang tersedia di fasilitas kesehatan dan 4). Administrative Domain, status registrasi, perizinan dan akreditasi fasilitas kesehatan.
Ketiga, Program Satu Data Kesehatan yang diimplementasikan secara bertahap memerlukan pendekatan capacity building yang berkesinambungan. Dimulai dari pilot implementasi di 10 Kabupaten/Kota di 5 Provinsi pada tahun 2017-2018, kemudian dilanjutkan dengan melibatkan 52 Kabupaten/Kota di 19 Provinsi di Indonesia. Belum lagi beberapa Kabupaten/Kota lainnya secara mandiri menerapkan Program Satu Data Kesehatan seperti Tojo Una-Una, Kota Tomohon dan dinas Kesehatan se-DI Yogyakarta. Salah satu pendekatan capacity building adalah DHIS2 Fundamental Training Indonesia yang dikembangkan Universitas Gadjah Mada bersama Universitas Oslo dan Pusdatin Kemenkes. DHIS2 Fundamental telah digunakan di Sulawesi Utara dan Pendidikan Formal Sistem Informasi Kesehatan di UGM sebagai bagian dari mata kuliah Informatika Kesehatan bagi mahasiswa S2 Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Kesehatan Masyarakat.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!