AeHIN 2018: Investasi Digitalisasi Kesehatan dalam konteks Asuransi Kesehatan Nasional
Sistem Informasi Asuransi Kesehatan berkembang pesat dengan adanya upaya Universal Health Coverage (UHC) di berbagai negara. Sistem informasi asuransi dapat terhubung dengan Electronic Health Record (EHR) yang memungkinkan berbagai data elektronik lain disediakan untuk proses klaim. Dengan demikian data yang tersedia di dalam sistem informasi asuransi tersebut dapat dimanfaatkan untuk audit klaim, analisis kualitas pelayanan rumah sakit, deteksi fraud dan penelitian. Sistem informasi asuransi juga mendorong untuk terciptanya standar data kesehatan dan interoperabilitas. Inovasi smart card di Taiwan salah satunya sebagai upaya pertukaran data antar fasilitas kesehatan dalam rangka pelayanan medis. Data bersumber asuransi kesehatan digunakan untuk kepentingan manajemen sistem kesehatan nasional dan pengambilan keputusan strategis. Data medis yang terpusat juga memberikan peluang untuk dimanfaatkan pasien dalam rangka memantau kesehatan secara mandiri (patient empowerment) dengan konsep Personal Health Record (PHR).
Banyak kebutuhan pengembangan eHealth dikaitkan dengan berkembangnya sistem informasi asuransi untuk UHC. Di Peru, eHealth untuk UHC memerlukan sistem informasi untuk pelayanan rawat jalan, kegiatan promosi kesehatan selain untuk pelayanan asuransi kesehatan itu sendiri. Walaupuan sedikit banyak telah memanfaatkan TIK, Peru dihadapi permasalahan interoperabilitas antar berbagai sistem informasi yang digunakan. Filipina memerlukan solusi eHealth untuk meningkatkan efisiensi proses klaim dan reimburstment, pencegahan terhadap fraud dan big data analytics dilakukan dengan pendekatn cloud computing. Selain itu, ketersediaan data klaim yang terpusat memberikan kesempatan untuk menganalisis outcome pelayanan kesehatan lebih mudah. Outcome klinis masih sangat jarang dianalisis dari data bersumber klaim. Begitu juga di Thailand, sistem eClaim yang terpusat mampu mengumpulkan data secara masif. Dibutuhkan teknologi big data analytics untuk pemanfaatan data tersebut. Berbeda dengan Taiwan, sistem asuransi dengan penyedia tunggal yang diterapkan sejak lama, justru mendorong berbagai inovasi eHealth di Taiwan. EHR berrkembang di rumah sakit, eClaim mencakup berbagai sumber data elektronik pendukung seperti hasil pemeriksaan lab, laporan radiologi dan obat-obatan. Penggunaan smart card untuk pertukaran data elektronik antar rumah sakit sekaligus untuk meningkatkan keterlibatan pasien dalam pelayanan kesehatan. Data bersumber klaim di Taiwan juga digunakan untuk penelitian yang menghasilkan ribuan publikasi (database research).
Salah satu yang memfasilitasi pengembangan eHealth adalah ketersediaan Unique ID pasien. UID pada dasarnya dikelola oleh Kementrian Dalam Negri (civil registration). seperti di Thailand. UID pasien di Thailand sudah tersedia sebelum penerapan UHC. Bahkan sekarang juga mengakomodasi UID bagi penduduk dari luar negri yang wajib terhubung dengan sistem asuransi di Thailand. Di Taiwan walaupun sudah memiliki UID sejak tahun 50-an, EHR di berbagai rumah sakit mengeluarkan nomor rekam medis sendiri-sendiri. Taiwan mengembangkan Master Patient Index untuk memetakan nomor RM dengan setiap UID pasien. Filipina memiliki pengalaman menarik dalam penggunaan UID pasien untuk sektor kesehatan. UID dimanfaatkan untuk menghindari duplikasi serta memastikan siapa saja yang layak untuk mendapatkan subsidi premi. Selain itu, Philhealth (asuransi Filipina) berkontribusi terhadap kelengkapan data individu dari pelayanam klaim yang dilakukan. Begitu juga dengan Peru, sistem registrasi penduduk tersedia dan dimanfaatkan oleh sektor kesehatan.
Dari perspektif donor, digital health menjadi pendekatan yang dapat difasilitasi donor dan technical agency. Donor agency memiliki antusiasme dalam memanfaatkan eHealth untuk pelayanan kesehatan di negara berkembang. Digital Impact alliance (Dial) memiliki pengalaman menggunakan data dari jaringan telekomunikasi untuk menilai mobilitas pasien dan aksesibilitas fasilitas kesehatan di masyarakat. WHO, sebagai technical agency dapat menyediakan panduan bagi negara untuk penerapan digital health, menghubungkan lembaga donor dengan kebutuhan negara, penyusunan recana strategis dan roadmap ehealth nasional. ADB yang juga memiliki peran sebagai technical agency dapat bekerjasama dengan agency lain membantu investasi digital health di suatu negara. SIL Lab salah satu investasi interoperabilitas sistem informasi di Filipina yang didukung oleh ADB.
Pada prinsipnya, baik lembaga pemerintah maupun lembaga donor sepakat bahwa digital health diharapka dapat meningkatkan sistem kesehatan nasional dengan menyediakan akses pada pelayanan kesehatan dan obat untuk berbagai konteks seperti negara berkembang, pengungi, neglected disease atau populasi beresiko. Pengalaman dukungan donor untuk kesehatan antara lain
- Global health digital observatory bagi populasi beresiko dalam bentuk survey atau research.
- Memfasilitasi implementasi inovasi di masyrakat untuk pelayanan kesehatan ibu, telememedicine, pelatihan bagi tenaga kesehatan provesional
- Co-creation dan contextualize digital health dari inovasi di sebuah negara yang terbukti berhasil untuk negara-negara lainnya.
- Membantu melakukan analisis data kesehatan untuk pengambilan keputusan
- Meningkatkan kapasitas teknis bagi pemerintah seperti bagaimana menggunakan data dan informasi untuk memberikan interpretasi informasi dan pengambilan keputusan kesehatan secara lebih baik, menyediakan tenaga profesional melalui pendidikan formal – WHO collaborating enter for eHealth in Unversitas New South Wales dan Universitas Colombo Sri Lanka.
Apa yang menjadi pertimbagan donor dalam mendukung negara-negara berkembang? Prinsip penting bagi donor adalah
“Partner can support, country the lead”
Jika negara memiliki rencana yang matang, desain arsitektur digital kesehatan yang jelas, kepemimpinan yang kuar, donor/partner agency tidak akan ragu untuk membantu negara tersebut. Dengan demikian, sejak awal dukungan sudah dapat dipastikan kemampuan pemerintah di suatu negara dalam melanjutkan inovasi yang diimplementasikan. Sebagai donor juga memiliki komitmen untuk menselaraskan berbagai investasi digital health dengan lembaga donor lain agar tidak terjadi fragmentasi informasi kesehatan di negara.
Apakah Indonesia memiliki prasyarat tersebut, sehingga donor tertarik untuk berinvestasi digital health di Indonesia?
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!