Review FIKI 2015: Mobile Phone Application to Improve Community-Based Nutrition Services: Early Findings from mPosyandu Evaluation in Indonesia
*Disampaikan oleh Yosellina (Wahana Visi Indonesia) pada Acara Forum Informatika Kesehatan Indonesia (FIKI) ke-4 tanggal 23 Oktober 2015 dalam Sesi Call For Paper 2
Malnutrisi pada balita merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Posyandu sebagai komunitas berbasis kesehatan bertujuan mengurangi malnutrisi dengan memonitoring pertumbuhan bulanan balita dan konsultasi gizi. Proses pencatatan manual dalam posyandu berpeluang terjadi kesalahan pencatatan data. Dengan penggunaan teknologi handphone berbasis android, proses pencatatan dan penghitungan status gizi serta pelaporan diharapkan dapat berjalan lebih baik, dengan aplikasi yang meningkatkan aksesibilitas kader, meningkatkan kualitas data serta menghemat waktu dengan biaya yang murah. Aplikasi ini terintegrasi dengan pelayanan program posyandu saat ini. Posyandu merupakan kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas yang dilakukan setiap bulan di desa.
Pelayanan posyandu biasanya terdiri dari 5 langkah yaitu:
Langkah 1 : Pendaftaran
Langkah 2 : Penimbangan
Langkah 3 : Pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS)
Langkah 4 : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS
Langkah 5 : Pelayanan kesehatan
Aplikasi mPosyandu menggunakan aplikasi CommCare platform dan ini diterapkan di beberapa wilayah di Jakarta (4 posyandu) dan Kabupaten Sikka (10 posyandu) yang diseleksi berdasarkan aksesibilitas yaitu kedekatan dengan jalan raya dan kemudahan akses sumberdaya listrik yang menjadi pertimbangan penting karena untuk mencharger handphone. mPosyandu menggunakan android untuk memfasilitasi monitoring pertumbuhan dan konseling gizi. Untuk monitoring pertumbuhan, aplikasi ini dapat digunakan untuk registrasi balita, mengumpulkan data pengukuran anthropometric, menghitung z-score dan mengetahui status gizi balita serta kecepatan pertumbuhan balita. Selain itu aplikasi ini dapat untuk membuat laporan ringkas dari data yang didapat dan membuat agregat dari satu record menjadi beberapa kriteria seperti persentase balita berat badah dibawah normal, tren pertumbuhan, dan rata rata pertumbuhan setiap balita. Monitoring pertumbuhan tiap balita disimpan dalam handphone dan disubmit via GPRS kedalam system cloud dengan password yang terproteksi. Aplikasi ini terintegrasi dalam langkah ketiga yaitu pengisian buku KMS
Setiap posyandu mendapatkan dua handphone, dimana ada kontrak dengan kader, tenaga kesehatan dan perangkat desa yang mengatur mekanisme untuk mengurangi resiko hilangnya handphone, bagaimana merawat dan penggantian handphone yang hilang.
Dalam langkah ketiga kader mengeplotkan ukuran anthropometric balita dalam chart pertumbuhan dan mengintepretasi pola pertumbuhan balita dalam chart tersebut.namun, dalam penelitian ini ada dua kader dalam langkah ketiga: satu menggunakan pendataan manual (menghitung status gizi dengan mengeplotkan berat badan balita kedalam chart pertumbuhan) dan satunya menggunakan aplikasi mPosyandu yang secara otomatis menghitung status gizi balita.
Evaluasi dimulai dari fase formatif yaitu masa pengenalan selama tiga bulan. Pada fase ini digunakan untuk mengetahui penerimaan kader terhadap aplikasi handphone. Fase summative merupakan fase mengetahui dampak aplikasi mPosyandu dalam monitoring pertumbuhan, terutama untuk mengetahui dampak akurasi data gizi dan ketepatan waktu dalam posyandu.
Hasil menunjukkan mayoritas kader di perkotaan dan pedesaan senang menggunakan Handphone dalam kesehariannya. Selain itu penggunaan handphone dapat meningkatkan kualitas pelayanan posyandu terutama meningkatkan akurasi dalam penghitungan status gizi, record data dan alat untuk memberikan umpan balik. Opini kader di Sikka dalam penggunaan aplikasi mPosyandu lebih baik daripada Jakarta. Kader juga percaya penggunaan handphone dapat memfasilitasi konsultasi dari rumah dengan panduan identifikasi penyebab balita memiliki status gizi buruk, dan menyediakan solusi bagi kader untuk dapat memberikan pelayanan.
Akurasi data dibandingkan antara pencatatan manual dan mPosyandu. Beberapa kader masih menggunakan panduan lama untuk menentukan umur balita. Sehingga apabila ada umur balita yang berbeda dengan menggunakan pencatatan manual dan mPosyandu maka kita keluarkan dari analisis (eksklusi). Sehingga yang dianalisis adalah perbedaan status gizi berdasarkan perbedaan prosedur dalam menghitung status gizi bukan karena perbedaan menghitung umur balita, hasilnya terdapat 11% kasus perbedaan status gizi karena perbedaan prosedur penghitungan.
Sejak penggunaan aplikasi diketahui 11% pengukuran status gizi tidak akurat dan 34% penghitungan umur balita berdasarkan pengukuran manual tidak akurat. Dengan mPosyandu ini komunikasi (umpan balik) kader lebih tinggi dengan menggunakan handphone daripada yang tidak serta terjadi peningkatan kualitas pelayanan , peningkatan akurasi data.
Penulis : Rahmawati (Minat SIMKES 2014, Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran UGM)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!