Review FIKI 2015: IMPLEMENTASI mHEALTH UNTUK SURVEILANS DEMAM BERDARAH DI KOTA SEMARANG
*Disampaikan oleh A.Arief Pramudiyanto, S.E (Dinas Kesehatan Kota Semarang) pada Acara Forum Informatika Kesehatan Indonesia (FIKI) ke-4 tanggal 22 Oktober 2015 dalam Sesi Plenary 2: “eHealth and mHealth for public health: Promoting participatory health, patient-centered care and preventive medicine”
Pemanfaatan teknologi informasi saat ini menjadi sangat penting karena efektivitas dan efisiensi dalam melakukan sebuah proses yang lebih cepat dapat dicapai. Salah satu bidang kesehatan yang saat ini sedang berkembang pesat dalam mengadopsi teknologi informasi adalah aplikasi mobile Health (mHealth) yang menekankan pada penggunaan teknologi perangkat bergerak (mobile) untuk layanan kesehatan. Salah satu institusi yang telah memanfaatkan aplikasi mHealth yaitu Dinas Kesehatan Kota Semarang guna pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Kota Semarang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2015, angka Incidence Rate (IR) DBD di Kota Semarang cukup tinggi untuk wilayah Jawa Tengah. Demikian juga dengan trend kasus DBD yang meningkat setiap tahunnya. Untuk mengatasi permasalahan kesehatan tersebut, Dinas Kesehatan Kota Semarang terus melakukan upaya-upaya untuk menurunkan angka kejadian DBD salah satunya dengan menggunakan Sistem Surveilans DBD (SIM DBD) sejak tahun 2010.
SIM DBD merupakan sistem informasi berbasis web yang digunakan untuk pengelolaan data kasus DBD dan terkoneksi dengan sistem SMS Gateway Dinas Kesehatan, sehingga dapat diakses melalui internet maupun gadget. Sumber data yang diperoleh berasal dari rumah sakit yang diupload via SIM DBD kemudian diteruskan via sms sehingga langsung terkirim kepada petugas surveilans sesuai domisili kasus. Modul yang ada dalam SIM DBD mencakup pelaporan data dari rumah sakit, hasil penyelidikan epidemiologi, jurnal kasus, dan laporan-laporan yang berupa tabel, grafik, maupun peta.
Namun dalam pelaksanaannya, dibutuhkan waktu yang lama untuk proses pencatatan dan perhitungan. Hal tersebut dikarenakan informasi hasil penyelidikan epidemiologi banyak yang tidak sampai dan peta kasus yang berupa spasial. Selain itu, camat dan lurah mendapatkan informasi kasus melalui laporan sehingga membutuhkan waktu lebih lama karena melalui proses surat menyurat. Oleh karena itu, mulai Agustus 2015 Dinas Kesehatan Kota Semarang mengembangkan SIM DBD+HEWS (Health Early Warning System) yang memperhitungkan curah hujan, kelembaban, dan suhu sehingga dapat memprediksi kejadian kasus. Gambar berikut merupakan framework arsitektur mHealth Surveilans DBD yang diharapkan dapat memperkuat tata kelola penanganan kasus DBD, baik dari sisi kualitas penyelidikan epidemiologinya maupun upaya pencegahan penularan kasus yang terjadi di masyarakat.
Teknologi mobile ini dapat digunakan untuk pencatatan hasil penyelidikan epidemiologi, mengetahui informasi Pemantauan Jentik Rutin (PJR), informasi Pemantauan Jentik Berkala (PJB), informasi kewaspadaan DBD, informasi angka bebas jentik wilayah, informasi hasil pelacakan kasus di lingkungan, informasi umpan balik kecepatan pelacakan kasus, informasi kecepatan laporan kasus, dan informasi kejadian kasus/keluhan dari masyarakat. Manfaat yang diperoleh menggunakan SIM DBD dengan fitur early warning system ini antara lain :
- Untuk melihat informasi perkembangan DBD;
- Sebagai “warning” di wilayah kelurahan/kecamatan;
- Untuk melihat prediksi kasus;
- Mempercepat waktu pelaporan;
- Mempercepat peningkatan kinerja melalui feedback dari rumah sakit dan puskesmas;
- Menyediakan data analisis situasi terkini;
- Peningkatan kecepatan informasi kewaspadaan menurut wilayah kerja (lurah, camat);
- Pemberdayaan masyarakat berbasis lingkungan.
Dalam pelaksanaannya, tentunya Dinas Kesehatan Kota Semarang tidak dapat bekerja sendiri, namun perlu melibatkan stakeholder yang terkait, baik internal maupun eksternal. Pihak internal yang dilibatkan seperti Seksi Informasi Kesehatan, Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, dan epidemiolog puskesmas. Sedangkan pihak eksternal antara lain pengelola data rumah sakit, lurah, camat, kepala puskesmas, direktur rumah sakit, pihak sekolah, dan kader/masyarakat.
Hambatan dalam pengembangan teknologi mHealth di Kota Semarang antara lain :
- Sistem Informasi rumah sakit dan sistem informasi lainnya yang terpisah (terfragmentasi);
- Infrastruktur/sarana prasarana yang masih terbatas, seperti bandwith system, listrik;
- Sumber daya manusia yang dibutuhkan belum terpenuhi, yaitu minimal operator sistem dan operator teknis masing-masing berjumlah dua orang; dan
- Biaya operasional yang tidak sedikit.
Untuk mengatasi hambatan tersebut, dibutuhkan rencana tindak lanjut berupa :
- Peningkatan kapasitas petugas secara berkelanjutan;
- Penguatan jejaring penanganan kasus DBD baik lintas program maupun lintas sektor;
- Pemberian insentif bagi petugas pengelola penanganan kasus DBD;
- Integrasi Sistem SIM DBD+HEWS dengan sistem rumah sakit; serta
- Penguatan infrastruktur.
Penulis : Nurul Mutmainnah (Minat SIMKES 2014, Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran UGM)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!