SIMKES beruntung dapat mengundang Menteri Kesehatan RI Kabinet Indonesia Bersatu II dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH untuk menjadi keynote speaker hari kedua dalam Konferensi Informatika Kesehatan Indonesia 2010. Dalam kesempatan tersebut Menkes berbicara mengenai peran Kemenkes dalam standardisasi data dan informasi kesehatan di Indonesia.
Menkes menyatakan bahwa upaya pembangunan kesehatan membutuhkan banyak sumber daya untuk pengambilan keputusan. Saat ini yang terjadi adalah keterbatasan data dan informasi yang akurat dan tersedia dengan cepat. Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang ada belum ideal dan belum dapat menjadi alat yang efektif untuk pengambilan keputusan.

Masalah klasik yang terjadi saat ini adalah pengelolaan data dan informasi belum terkoordinasi dengan baik; terdapat banyaknya overlap kegiatan dan pengelolaan data, di mana masing-masing unit mengumpulkan data sendiri, dengan instrumen yang berbeda di berbagai tingkat. Selain itu pengumpulan data belum dilakukan secara efisien juga dan kadang data yang dikumpulkan redundant, bahkan tidak diperlukan, dan belum di-share. Ini diakibatkan oleh SIK yang terfragmentasi. SIK yang saat ini dibangun hanya untuk satu unit dan untuk satu fungsi yang ada di bagian tersebut, namun belum daapt digunakan untuk dimanfaatkan unit lain untuk fungsi yang lain.

Karena adanya kenyataan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diperlukan penguatan kebijakan. Dengan berbagai pengaturan yang diharapkan dapat menjamin terselenggaranya SIKdengan baik. Penyelenggaraan SIK diatur oleh PP. Sekarang Pusdasure dan unit-unit pengelola lain sedang menyiapkan bahan rancangan PP tentang SIK dan juga aturan-aturan lain di bawahnya. Selalu ada peluang untuk memperbaiki, bukan berarti yang lalu lebih jelek.

Strategi penguatan e-Health baik untuk perorangan, kesehatan masyarakat dan administrasi kesehatan. Strategi selanjutnya adalah integrasi. Isyu di sekitar integrasi meliputi pengembangan, otoritas dan keterhubungan. Standarisasi menjadi hal yang krusial, mencakup kodifikasi, format dan struktur database. Standardisasi merupakan bagian yang penting dalam integrasi. Untuk standardsasi ini, Pusdasure menyiapkan health data dictionary yang nantinya harus digunakan semua orang sehingga semua data dapat berkomunikasi.

Strategi berikutnya adalah tenaga SIK. Sejak era desentralisasi sering dijumpai perpindahan staf yang cepat, sehingga SIK tidak dapat terselenggara dengan lancar. Meskipun tidak identik dengan komputerisasi, namun masa kini komputerisasi berkontribusi besar dalam pengembangan SIK di Indonesia karena mudah dilakukan. Isyu penting di antaranya pengambilan keputusan yang tidak dilandasi kenyataan, kurang tepat waktu, banyak informasi tidak akurat, duplikasi data, terlalu banyak, tidak fleksibel pemanfaatannya. Bervariasinya platform dan database juga merupakan isyu lain yang perlu diperhatikan untuk dijembatani.

E-government merupakan salah satu cara pemerintah untuk memenuhi tuntutan untuk melaksanakan good governance salah satunya dilakukan dengan modernisasi administrasi negara dengan aplikasi media dan informatika. Salah satu contoh adalah e-procurement. Tahun ini anggaran telah berhasil dihemat sampai dengan hampir 200 milyar karenanya. Sedangkan di Kemenkes, electronic registration diaplikasikan pada registrasi haji misalnya. Pendaftaran calon pegawai juga sudah mulai dikembangkan ke arah tersebut meskipun belum sempurna.

Cita-cita lain di Kemenkes, telemedicine untuk konsultasi diagnostik. Di Papua sedang dikembangkan e-learning juga untuk berhubungan jika ada permasalahan kesehatan. E-registry seperti obat dan sebagainya merupakan persoalan klasik. Yang untuk perorangan arahnya dilakukan untuk mempercepat pelayanan dan meningkatkan kualitas, keterjangkauan pelayanan. Sedangkan manfaat untuk kesehetan masyarakat adalah mengantisipasi kemungkinan kejadian luar biasa, misalnya dengan EWORS.

Konteks sistem informasi yang ideal adalah perangkat sistem yang memadai dan mencakup seluruh titik sumber data. Saat ini juga masih banyak terdapat kesenjangan digital. Upaya yang harus dilakukan tidak sedikit. Upaya ini juga perlu melibatkan semua komponen, dan ini sesuai dengan salah satu moto Kemenkes yaitu inklusif. Untuk mempercepat integrasi tersebut, harus ada national health data repository yang mampu menampung seluruh sumber data dan aplikasi yang dapat menjembatani sistem informasi yang ada.

Untuk mengembangkan sistem pendukung pengambilan keputusan yang terpadu dari pusat ke daerah tidak mudah. Pengembangan aplikasi sistem ini dimulai dari yang kecil sehingga dapat diimplementasikan di seluruh titik sumber data daerah sehingga dapat lebih cepat diperoleh hasilnya. Secara bersamaan harus dimulai aplikasi konsolidasi. Tidak lagi input data manual. Ini harus mulai dilakukan. Semuanya di Indonesia tidak mudah.

Menkes sempat menceritakan pengalaman mengikuti pertemuan para menteri kesehatan dari negara-negara maju di Paris. Dalam acara tersebut banyak menteri menyatakan kekurangan dana untuk kesehatan, padahal proporsinya sudah sangat besar dalam GDP. Topik pada pertemuan tersebut adalah : “Healthcare system when money is tight”. Tuntutan masyarakat juga semakin bertambah dengan kemajuan teknologi. Ini tidak dapat dihindari.

Menkes mengharapkan berbagai pengembangan SIK baik pusat daerah maupun swasta dapat bersinergi dengan standar yang disepakati bersama. Selain itu Menkes juga berharap konferensi dapat berlangsung dengan baik dapat diikuti kegiatan, bukan hanya semangat dan komitmen.

Unduh presentasi Menteri Kesehatan di sini : Peran Kementerian Kesehatan didalam standardisasi data dan informasi

Prof. Dennis Streveler, Ph.D adalah seorang profesor di bidang informatika kesehatan di Universitas Hawaii dengan berbagai pengalaman pengembangan sistem informasi kesehatan di berbagai negara. Pada hari pertama konferensi FIKI 2010, Dennis membagikan pengalaman implementasi sistem informasi kesehatan (HMIS) dari 78 negara dan best practice-nya.

HMIS dapat dibagi menjadi klinis, administratif, dan keduanya harus dijaga dengan manajemen kualitas. Pengembangan HMIS di suatu tempat atau institusi akan tergantung dari pengembangnya sehingga terdapat berbagai keragaman dalam pengembangan HMIS, sehingga diperlukan standar. Pengembangan HMIS juga selalu membutuhkan harmonisasi karena melibatkan banyak pihak. Standardisasi juga tidak dapat dilakukan secara individual.

Dengan adanya internet, maka semua menjadi terhubung. Internet mempermudah hubungan antar orang dan antar tempat. Sedangkan HMIS tidak berhubungan dengan komputer secara langsung. Namun pada prakteknya, paradigma pemerintah mengenai pengembangan HMIS adalah komputerisasi. Padahal, pada kenyataannya komputer meningkatkan biaya (cost). HMIS is about how to run a healthcare, sehingga master plan (rencana strategis) sangat diperlukan. Dengan adanya master plan semua orang sepakat mengenai apa yang akan dilakukan, mengapa dan bagaimana melakukannya.

Pengembangan HMIS juga membutuhkan waktu, tidak dapat dilakukan bersamaan dan langsung selesai sekali waktu. Meskipun demikian, kesemuanya harus berada pada tempat yang benar pada suatu saat, sehingga menurut Dennis, HMIS development is just like puzzle.

Sebenarnya di luar komputer, yang lebih sulit adalah manajemen soft components. Justru hardware dapat diterakhirkan (tidak perlu diprioritaskan), karena paling mudah dilakukan namun teknologinya justru lebih mudah obsolete. HMIS is not cheap, the cost is like iceberg phenomenon. Biasanya pengeluaran untuk HMIS yang akan memakan banyak biaya adalah supply, operational cost, maintenance, dan training. Ini justru yang seringkali tidak diperhitungkan.

Dalam HMIS, ini dimulai dari standar. Saat ini sudah tersedia berbagai kode yang dapat digunakan untuk standard meskipun belum semuanya terdefinisi. Mengenai pemilihan kode, tidak perlu dipikirkan kode yang mana dan mengapa, just choose one, anything is better than none, and everybody should use that!

Menurut Dennis lagi, eHealth is important but it’s not an answer. Keberhasilan implementasi mungkin tinggi, tapi bukan merupakan jawaban, dalam lingkup HMIS, eHealth hanya gimmick sehingga semua orang suka melakukannya.

Kadang hal kecil yang dibuat dapat memberikan efek yang sangat besar. Misalnya sistem appointment (perjanjian) di Gaza dan sistem tracking untuk diabetes di seluruh negara di Tonga. Jumlah indikator kesehatan tidak penting yang perlu diperhatikan justru bagaimana menampilkannya. Process redesign merupakan hal yang penting, karena mungkin selama ini kita tidak melihat adanya opportunity itu dan baru menyadarinya ketika pengembangan sudah memasuki tahap akhir.

Unduh presentasi Dennis Streveler di sini : Lesson Learnt HMIS Implementation Worldwide

Acara utama pada Forum Informatika Kesehatan Indonesia adalah konferensi yang diadakan selama dua hari, yaitu dari 25-26 Oktober 2010, di Hotel Santika, Yogyakarta. Secara keseluruhan acara tersebut terdiri dari beberapa sesi keynote speech, 4 sesi paralel termasuk presentasi untuk Call for Paper dan beberapa sesi pleno. Secara tersusun, jadwal kegiatan adalah sebagai berikut (klik tautan untuk informasi lebih jauh, foto dan atau materi) :

Hari Pertama, 25 Oktober 2010

  1. Pembukaan terdiri dari laporan dari ketua panitia FIKI 2010 (Anis Fuad, DEA) dan sambutan dekan Fakultas Kedokteran UGM (Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D)
  2. Keynote Speech : HMIS – Lesson Learned from 78 Countries – Prof. Dennis Streveler, Ph.D (University of Hawaii)
  3. Sesi Pleno 1 : Standardisasi dan interoperabilitas sistem asuransi dan pembiayaan kesehatan
  4. Sesi Pleno 2 : Implementasi Standardisasi Sistem Informasi di Dinas Kesehatan: Integrasi data-data kesehatan
  5. Sesi Paralel 1 : Health Information System
  6. Sesi Paralel 2 : Standar Sistem Informasi Kesehatan

Hari Kedua, 26 Oktober 2010

  1. Sesi Paralel 3 : Presentasi Peserta Call for Paper – Track Sistem Informasi Kesehatan Masyarakat
  2. Sesi Pembicara Paralel 3
  3. Sesi Paralel 4 : Presentasi peserta Call for Paper – Track Sistem Informasi Kesehatan Klinis
  4. Sesi Pembicara Paralel 4
  5. Keynote Speech : Peran Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam Standardisasi Data dan Informasi – dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH (Menteri Kesehatan Republik Indonesia)
  6. Sesi Pleno 3 : Kompetensi Tenaga Informatika Kesehatan di Indonesia
  7. Sesi 4 : Subsistem Informasi di Rumah Sakit

Tanggal 26 Oktober 2010 kemarin adalah hari terakhir rangkaian kegiatan Forum Informatika Kesehatan Indonesia (FIKI) 2010 yang ditutup dengan Konferensi Utama. FIKI 2010 merupakan kegiatan yang mengumpulkan para akademisi, praktisi dan pemerhati informatika kesehatan di Indonesia untuk berbagi pengalaman, update terbaru, membentuk komitmen terkait dengan bidang informatika kesehatan, menjalin silaturahmi dan jejaring.

Untuk itu, segenap Panitia FIKI 2010 mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah memungkinkan FIKI 2010 dilaksanakan dengan baik mulai tanggal 21 sampai dengan 26 Oktober 2010. Pihak panitia tidak dapat menyebutkan satu persatu, namun pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut :

1. Para keynote speaker :

  • Menteri Kesehatan RI – dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH
  • Prof. Dennis Streveler, Ph.D dari University of Hawaii
  • dr. Jane Soepardi, MPH, DSc dari Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi

2. Dan :

  • Para pembicara dari berbagai negara dan kota di Indonesia
  • Para moderator dari berbagai daerah dan institusi
  • Para peserta dari berbagai daerah di Indonesia dan peserta luar negeri
  • Para sponsor (GTZ, PT. TELKOM, WHO) dan media partner (Trans7)

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak lain yang memungkinkan terlaksananya acara ini yang dengan menyesal tidak dapat kami sebutkan satu-persatu. Semoga kegiatan ini dapat memberikan manfaat yang berlimpah bagi semua pihak dan dapat berkelanjutan demi kemajuan informatika kesehatan di Indonesia.

Dalam rangka Forum Informatika Kesehatan Indonesia (FIKI) 2010, SIMKES mempertemukan OpenMRS dan HealthMapper dalam workshop yang diadakan secara paralel di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kedua workshop yang berjalan sejak tanggal 21 sampai dengan 22 Oktober 2010 ini merupakan hasil kerja sama SIMKES dengan developer Nyoman Winardi Ribeka dan WHO.

Workshop berjalan menarik karena diikuti oleh peserta dari berbagai instansi baik institusi pelayanan kesehatan maupun akademik, baik swasta maupun publik. Peserta juga berasal dari berbagai latar belakang ilmu, mulai dari kesehatan masyarakat, kedokteran, gizi, informatika, rekam medis sampai dengan ekonomi. Diskusi terasa menarik karena peserta juga memiliki latar belakang kemampuan dan pengetahuan teknis (untuk OpenMRS) dan SIG (untuk HealthMapper) yang bervariasi.

Peserta OpenMRS Short Course bersama Developer Nyoman Ribeka

Peserta OpenMRS Short Course bersama Developer Nyoman Ribeka

Peserta Workshop HealthMapper bersama para Fasilitator

Peserta Workshop HealthMapper bersama para Fasilitator

Pada akhirnya, bersandingnya HealthMapper dan OpenMRS dalam dua workshop yang diadakan secara paralel ini menjadi penanda dimulainya perhelatan besar untuk komunitas sistem informasi dan informatika kesehatan masyarakat, yaitu FIKI 2010. Apakah Anda sudah mendaftar dan sudah siap menjadi bagian dari langkah besar awal kemajuan bidang sistem informasi dan informatika kesehatan di Indonesia?

Mengikuti Konferensi Utama FIKI 2010 tanggal 25-26 Oktober 2010 belum terlambat, daftar di sini :

Sekretariat FIKI 2010

No Telp : 0274-549432 (kontak person : Mbak Asri)